Abstrak
Audit adalah jasa
profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan dilaksanakan oleh seorang
auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan. Standar Profesi Akuntan Publik
mengharuskan dibuatnya laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor Akuntan
publik dapat menerbitkan berbagai laporan audit, sesuai dengan keadaan. Dalam
melakukan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
mutlak (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan lainnya, bahwa
laporan keuangan auditan adalah akurat (Mulyadi, 2002:158). Auditor tidak dapat
memberikan jaminan mutlak karena ia tidak dapat memeriksa semua transaksi yang
terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikompilasikan secara
semestinya kedalam laporan keuangan. jika auditor diharuskan untuk memberikan
jaminan mengenai keakuratan laporan keuangan auditan, hal ini tidak mungkin
dilakukan karena akan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat
yang dihasilkan. Disamping itu, tidaklah mungkin seorang menyatakan keakuratan
laporan keuangan, mengingat laporan keuangan itu sendiri berisi pendapat,
estimasi, dan pertimbangan tersebut tidak akurat seratus persen (Mulyadi, 2002
:158).
Tujuan audit atas
laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas suatu
kewajaran semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas
yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum. Audit dapat dikatakan jujur
dan wajar, laporan keuangan tidak perlu benar-benar akurat sepanjang tidak
mengandung kesalahan material. Suatu persoalan dikatakan material jika tidak
adanya pengungkapan atas salah saji material atau kelalaian dari suatu account
dapat mengubah pandangan yang diberikan terhadap laporan keuangan. Materialitas
berhubungan dengan judgment, ketika dikaitkan dengan evaluasi resiko
pertimbangan inilah yang akan mempengaruhi cara-cara pencapaian tujuan audit,
ruang lingkup dan arah pekerjaan terperinci serta disposisi kesalahan dan
kelalaian. Dalam perencanaan audit yang harus dipertimbangkan oleh auditor
eksternal adalah masalah penetapan tingkat resiko pengendalian yang
direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk tujuan audit.
Materialitas itu sendiri adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2002 :158). Materialitas adalah dasar penetapan standar auditing tentang standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas memiliki pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Suatu jumlah yang material dalam laporan keuangan suatu entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Begitu juga, kemungkinan terjadi perubahan materialitas dalam laporan keuangan entitas tertentu dari periode akuntansi satu keperiode akuntansi yang lain.
Materialitas itu sendiri adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu (Mulyadi, 2002 :158). Materialitas adalah dasar penetapan standar auditing tentang standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas memiliki pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. Suatu jumlah yang material dalam laporan keuangan suatu entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Begitu juga, kemungkinan terjadi perubahan materialitas dalam laporan keuangan entitas tertentu dari periode akuntansi satu keperiode akuntansi yang lain.
Mengapa auditor harus
mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan
audit, karena seorang auditor harus bisa menentukan berapa jumlah rupiah
materialitas suatu laporan keuangan kliennya. Jika auditor dalam menentukan
jumlah rupiah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan
usaha yang sebenarnya tidak diperlukan, sehingga akan memunculkan masalah yang
akan merugikan auditor itu sendiri maupun Kantor Akuntan Publik tempat dimana
dia bekerja, dikarenakan tidak efisiennya waktu dan usaha yang digunakan oleh
auditor tersebut untuk menentukan jumlah materialitas suatu laporan keuangan
kliennya. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu
tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia
memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang
sebenarnya berisi salah saji material, yang akan dapat menimbulkan masalah yang
dapat berupa rasa tidak percaya masyarakat terhadap Kantor Akuntan Publik
dimana auditor tersebut bekerja akan muncul karena memberikan pendapat yang
ceroboh terhadap laporan keuangan yang berisi salah saji yang material
(Mulyadi, 2002: 161).
Auditor menemui
kesulitan dalam menetapkan jumlah tingkat materialitas laporan keuangan
kliennya. Hal ini disebabkan karena auditor kurang dalam mempertimbangkan
masalah lebih saji dan kurang saji, selain itu auditor juga sering menganggap
perkiraan tertentu lebih banyak kekeliruannya dari pada perkiraan lainnya
sehingga membuat seorang auditor kesulitan dalam menentukan jumlah tingkat
materialitas. Disini dibutuhkan seorang auditor yang memiliki sikap
profesionalisme yang tinggi untuk menentukan seberapa besar jumlah materialitas
yang akan ditetapkan baik dengan menetapkan tingkat materialitas laporan
keuangan dengan jumlah yang rendah atau tinggi, sehingga diharapkan dengan
profesionalisme auditor yang semakin tinggi akan mampu untuk mempertimbangkan
tingkat materialitas semakin baik pula.
Pertimbangan auditor
tentang materialitas berupa masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh
persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan.
Tingkat materialitas laporan keuangan suatu entitas tidak akan sama dengan
entitas lain tergantung pada ukuran entitas tersebut. Tanggungjawab auditor
adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan yang material.
Jika auditor menemukan kesalahan yang material, dia akan meminta perhatian
klien supaya melakukan tindakan perbaikan. Jika klien menolak untuk memperbaiki
laporan keuangan, pendapat dengan kualifikasi atau pendapat tidak wajar akan
dikeluarkan oleh auditor, tergantung pada sejauh mana materialitas kesalahan
penyajian.
Tanggung jawab inilah
yang menuntut auditor harus bisa memeriksa dengan teliti laporan keuangan
kliennya, tentunya berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum. Contoh kasus
yang terjadi adalah kasus yang menimpa Bank Lippo, Kasus yang terjadi adalah
penyimpangan yang dilakukan oleh Bank Lippo terhadap Laporan keuangan yang
dikeluarkan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh bank Lippo yang dianggap
menyesatkan tenyata berisi banyak sekali kesalahan material. Disini peran
auditor sangat dibutuhkan untuk memeriksa laporan keuangan tersebut. Hal
tersebut dapat muncul karena adanya omission atau penghilangan informasi fakta
material, atau adanya pernyataan fakta material yang salah.
Selain fenomena diatas,
muncul issue yang sangat menarik yaitu pelanggaran etika oleh akuntan baik
ditingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia issue ini berkembang
seiring dengan adanya pelanggaran etika baik yang dilakukan oleh akuntan pubik,
akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Contoh kasus ini adalah pelanggaran
yang melanda perbankkan Indonesia sekitar tahun 2002. Banyak bank yang
dinyatakan sehat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasarkan
Standar Akuntansi Perbankkan Indonesia. Ternyata sebagian bank tersebut
kondisinya tidak sehat, hal ini dapat terjadi karena auditor memberikan
pendapat yang wajar terhadap laporan keungan yang sebenarnya berisi salah saji
material dan ini adalah tanggungjawab auditor. Kasus lainnya adalah rekayasa
atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor intern yang banyak dilakukan
sejumlah perusahaan Go Public (Winarna dan retnowati, 2004:839). Penelitian
mengenai Profesionalisme auditor sebelumnya telah dilakukan oleh Theresia
(2003). Penelitian tersebut mengkaji pengaruh Profesionalisme auditor terhadap
pertimbangan tingkat materialitas. Hasil penelitian itu menemukan ada satu
variabel profesionalisme auditor yang hasilnya tidak signifikan. Hal tersebut
tidak kontradiktif dengan teori yang dikembangkan Kalbers dan Forgaty.
Dengan profesionalisme
yang baik, seseorang akan mampu melaksanakan tugasnya meskipun imbalan
ekstrinsiknya berkurang, selain itu dengan profesionalisme seorang akan mampu
untuk membuat keputusan tanpa tekanan pihak lain, Akan selalu bertukar pikiran
dengan rekan sesama profesi, dan selalu beranggapan bahwa yang paling berwenang
untuk menilai pekerjaanya adalah rekan sesama profesi sehingga dengan
profesionalisme yang tinggi kemampuan dalam mempertimbangkan tingkat
materialitas suatu laporan keuangan akan semakin baik pula
Tersedia dari ( BabPendahuluan – Bab Penutup )
0 komentar:
Posting Komentar